Diperlukannya suatu kebijakan peraturan dan keamanan dalam sebuah negara untuk menanggulangi tindak kejahatan elektronik yang saat ini sedang marak dengan pesatnya kemajuan teknologi informasi saat ini adalah suatu langkah yang baik. Akan tetapi hal itu tidak dapat diwujudkan, apabila suatu kebijakan peraturan dan keamanan itu tidak sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan saat ini. Banyaknya kasus kejahatan elektronik memaksa pemerintah harus mengambil langkah yang tepat. kebijakan peraturan dan keamanan inilah yang lebih dikenal dengan cyberlaw dan kejahatannya disebut cybercrime. Di indonesia sendiri sudah ada yaitu sebagaimana yang diatur dalam uu ite no 11 thn 2008.
UU ITE Indonesia disahkan pada tanggal 25 Maret 2008. UU ITE terdiri dari 13 Bab dan 54 Pasal yang mengupas secara mendetail bagaimana aturan hidup di dunia maya dan transaksi yang terjadi didalamnya. Secara garis besar UU ITE mengatur hal-hal sebagai berikut :
• Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan konvensional (tinta basah dan bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN Framework Guidelines (pengakuan tanda tangan digital lintas batas).
• Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP.
• UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia.
• Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual.
• Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):
Tidak ada komentar:
Posting Komentar